Arsip Blog

Senin, 10 Februari 2014

PROSES PENCELUPAN (DYEING) SMK TEKSTIL TEXMACO PEMALANG



P E N C E L U P A N  (D Y E I N G)

Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen. Metode pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1.    Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
2.    Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan terserap menempel pada bahan.
3.    Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.


4.    Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan antara gugus auksokrom dengan serat.
Gaya-gaya pengikatan pada pencelupan yaitu :
1.    Ikatan hydrogen
Ikatan hydrogen merupakan ikatan sekunder yang terjadi karena atom hydrogen pada gugus hidroksi/amino mengadakan ikatan lemah dengan atom-atom lainnya.
H-O-H         H
    H-O-H----O
                 H
2.    Ikatan elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan antara zat warna dengan serat yang timbul karena adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Misalnya ikatan antara serat dengan gugus anion pada molekul zat warna.
3.    Ikatan Van der Waals
Ikatan Van der Waals terjadi apabila antara zat warna dengan serat mempunyai gugus hidrokarbon yang sesuai sehingga saat pencelupan zat warna cenderung lepas dari air dan bergabung dengan serat.
4.    Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada pencelupan serat dengan zat warna reaktif, sifatnya paling kuat dibanding ikatan yang lain. 
Zat warna meliputi semua bahan pewarna yang dapat larut dalam air dan mempunyai daya tarik terhadap serat pada bahan tekstil. Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila :
1.    Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor), misalnya azo (-N=N-), nitro (-NO2), nitroso (-NO).
2.    Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat (auksokrom), misalnya amino (-NH2), hidroksil     (-OH-).
Zat warna tekstil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.    Mempunyai afinitas terhadap serat.
2.    Mempunyai kemampuan untuk berdifusi.
3.    Mampu menyerap hingga panjang gelombang tertentu secara intensif.
4.    Dapat terdispersi dalam pelarut(umumnya air).
5.    Stabil dalam serat.
Berdasar sifat pemakaian, zat warna digolongkan menjadi :
1.    Zat warna subtantif, yaitu zat warna yang larut dalam air dan langsung dapat mewarnai bahan.
2.    Zat warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan obat bantu untuk dapat mewarnai bahan.
Berdasar sifat pemakaian, zat warna digolongkan menjadi :
1.    Zat warna direk
Dikenal sebagai zat warna subtantif, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap selulosa dan tidak memerlukan senyawa Mordant. Dikenal juga sebagai zat warna garam karena dalam pencelupan selalu harus ditambahkan garam untuk memperbesar penyerapan. Dapat juga digunakan untuk mencelup serat wol dan sutra.
Zat warna direk mempunyai tahan sinar yang cukup baik, namun tahan cucinya kurang baik, sehingga memerlukan kerja iring untuk memperbaikinya. Kerja iring dilakukan untuk memperbesar molekul zat warna dengan menggunakan formaldehid, garam-garam diazonium, dan garam logam agar tidak mudah luntur. Garam diazonium akan menggandeng garam lain sehingga molekul zat warna menjadi besar. Selain itu, zat warna direk juga tidak tahan terhadap oksidasi dan reduksi.
Pada pencelupan dengan zat warna direk, gugus hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan penting. Akan terjadi ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dengan gugus amina dalam molekul zat warna direk, menurut reaksi :
R-N-H---O-selulosa atau R-N---HO-selulosa
   H       H                      -NR
Berdasar kerataan pencelupannya, zat warna direk digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a.    Golongan A
Zat warna direk golongan ini mudah bermigrasi sehingga mempunyai daya perata yang tinggi. Pada awal pencelupan mungkin tidak akan rata, namun dengan pendidihan yang cukup akan diperoleh hasil yang rata.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin dan zat pembasah. Lalu ditambah air mendidih dan diaduk hingga larut sempurna. Larutan tersebut ditambah Na2CO3 1-3% untuk menghilangkan kesadahan air. Selanjutnya ditambah NaCl 5-20% tergantung ketuaan warna yang diinginkan. Bahan dicelup pada suhu 40-500C sambil dinaikkan suhunya hingga mendidih selama 30-40 menit. Pencelupan dilanjutkan selama 45-60 menit pada suhu mendidih tersebut. Apabila hasil celupan kurang rata, maka dapat diperpanjang waktunya selama beberapa menit.
b.    Golongan B
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah sehingga penyerapannya perlu diatur dengan penambahan elektrolit. Apabila pada awal pencelupan tidak akan rata, maka sulit diperbaiki.
Cara pencelupannya sama dengan golongan A, hanya penambahan NaCl dilakukan sedikit-sedikit hingga larutan celup mendidih. Lebih baik jika NaCl dilarutkan terlebih dahulu dan disuapkan secara kontinyu. Penyerapan dan kepekaan zat warna terhadap elektrolit dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan.
c.    Golongan C
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah dan sangat peka terhadap elektrolit. Penyerapannya sangat baik walaupun tanpa penambahan elektrolit, namun perlu dilakukan pengaturan suhu pencelupan.
Pencelupan dimulai pada suhu rendah tanpa penambahan elektrolit. Kemudian suhu dinaikkan perlahan-lahan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 45-60 menit. Pengaturan suhu harus dilakukan agar hasilnya rata. Ketuaan warna dapat ditingkatkan dengan penambahan elektrolit setelah larutan mendidih.
Pengerjaan iring dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut :
a.    Dengan kalium bikromat
Setelah bahan dicelup dan dibilas, kemudian dikerjakan dalam larutan kalium bikromat 1-3% dan asam asetat 2-4% pada suhu 600C selama 20-30 menit. Selain itu dapat juga dilakukan dengan kalium bikromat 1-2%, tembaga sulfat, dan asam asetat 2-4% pada suhu 600C selama 30 menit sehingga tahan cuci dan tahan sinarnya dapat diperbaiki.
b.    Dengan zat kation aktif
Zat kation aktif antara lain dikenal dengan nama dagang Neofix, amigen, sandofix WE. Zat tersebut akan bergabung dengan anion dan zat warna direk membentuk senyawa yang lebih komplek untuk memperbaiki ketahanan cucinya. Bahan yang telah dicelup dan dibilas, dikerjakan dalam larutan zat kation aktif 1-3% pada suhu 60-700C selama 15 menit. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif ini dapat menurunkan ketahanan sinarnya.
2.    Zat warna basa
Zat warna basa dikenal juga dengan nama zat warna kationik atau Mauvin, terutama digunakan untuk mewarnai serat protein, seperti wol dan sutra. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga perlu pengerjaan pendahuluan (Mordanting) dengan asam tannin agar dapat digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Zat warna basa merupakan zat warna subtantif dengan kecerahan dan intensitas yang tinggi. Tahan sinarnya jelek, tahan cucinya kurang baik. Zat warna ini mudah larut dalam alkohol.
Zat warna basa tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga bila dicelup langsung akan luntur kembali. Afinitasnya tinggi terhadap serat protein, karena akan terbentuk ikatan garam sehingga dapat berikatan dengan zat warna basa :
NH2+-wol-COO- + D+ Û wol-COOD
Serat poliakrilat mempunyai gugus asam di dalam molekulnya. Zat warna tersebut akan terserap pada tempat-tempat yang bermuatan negatif, sehingga bila tempat tersebut telah terisi semua, maka penyerapan zat warna akan terhenti.
Pencelupan dengan menggunakan zat warna basa dilakukan sebagai berikut :
a.    Serat selulosa
Bahan yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan asam tanin pada suhu mendidih selama 10-20 menit. Pengerjaan diteruskan selama 2 jam dengan tetap mempertahankan suhu larutan. Bahan diperas lalu dikerjakan lagi dalam larutan tartar emetic pada suhu kamar selama 30 menit, selanjutnya bahan dibilas dan diperas. Kemudian bahan dicelupkan dalam larutan celup yang mengandung 1-3% asam asetat 30% dan 1/3 bagian larutan zat warna pada suhu kamar selama 15 menit. Lalu 1/3 bagian lagi dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga 400C. Setelah 20 menit, sisa larutan zat warna dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga 700C.
Pencelupan dilanjutkan selama 30 menit. Setelah selesai, bahan diMordant kembali dalam larutan asam 0.5 ml/l tartrat pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya bahan diperas dan dikerjakan dalam larutan 0.2 ml/l tartar emetic selama beberapa menit. Hasil celupan tersebut akan meningkatkan tahan cuci, namun dapat mengubah warna celupan.
b.    Serat sutra
Bahan sutra yang telah di-degumming dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung 0.5 ml/l asam asetat 90% pada suhu kamar. Setelah 10 menit, larutan zat warna dimasukkan sebagian dan suhu dinaikkan hingga 800C. Berikutnya sisa larutan zat warna dimasukkan dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam, lalu bahan dibilas. Selanjutnya dilakukan kerja iring dalam larutan yang mengandung 1% asam tanin pada suhu 600C selama 10 menit. Bahan diperas dan dicelupkan kembali ke dalam larutan 0.5% tartar emetic pada suhu kamar selama 30 menit, lalu dibilas hingga bersih.
c.     Serat wol
Bahan wol yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung larutan zat warna dan 1-3% asam asetat pada suhu kamar selama 10 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 30-45 menit, lalu bahan dibilas hingga bersih.
d.    Serat poliakrilat
Bahan poliakrilat yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung larutan zat warna dan campuran asam asetat-natrium asetat 1-2 g/l hingga mencapai pH 4.5-5.5 pada suhu 750C selama 10 menit. Kemudian larutan dididihkan dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Lalu suhu diturunkan perlahan-lahan hingga di bawah 750C dan bahan dibilas hingga bersih.
3.    Zat warna reaktif
Zat warna reaktif pada awalnya dikenal dengan nama dagang Procion. Biasa digunakan untuk mencelup serat selulosa. Serat protein seperti wol dan sutra juga dapat dicelup dengan zat warna ini. Pencelupan serat nilon dengan zat warna reaktif akan menghasilkan warna muda dengan kerataan yang baik.
Zat warna reaktif tergolong ke dalam zat warna yang larut dalam air. Zat warna ini berikatan kovalen dengan serat selulosa, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu, sifat tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Berdasar cara pemakaiannya, digolongkan menjadi:
a.      Zat warna reaktif dingin, mempunyai kereaktifan tinggi dan dicelup pada suhu rendah.
b.      Zat warna reaktif panas, mempunyai kereaktifan rendah dan dicelup pada suhu tinggi.
Mekanisme pencelupan dengan zat warna reaktif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan penyerapan zat warna ke dalam serat. Pada tahap ini tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan serat. Zat warna lebih banyak terserap ke dalam serat dari pada terhidrolisa. Penyerapan ini dibantu dengan penambahan elektrolit. Tahap kedua merupakan fiksasi, yaitu reaksi antara zat warna dengan serat. Reaksi ini terjadi dengan penambahan alkali.
D-Cl + selulosa OH Û D-O-selulosa + HCl
NaOH + HCl à NaCl + H2O
Pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif dilakukan sebagai berikut :

a.      Serat selulosa
Mula-mula zat warna reaktif dingin dibuat pasta dengan air dingin lalu ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup pada suhu 400C selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 30-60 g/l NaCl dan dilanjutkan selama 30 menit, lalu ditambah alkali, seperti natrium karbonat dan dilanjutkan lagi selama 30-45 menit. Bahan dicuci dengan air dingin, lalu dengan air mendidih untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang terhidrolisa. Selanjutnya bahan dicuci dengan sabun mendidih dan dibilas hingga bersih. Proses pencelupan dengan zat warna reaktif panas sama, hanya suhu pencelupan setelah penambahan alkali dinaikkan hingga 85-950C
b.      Serat sutra
Bahan yang telah di-degumming­ dicelup dalam larutan celup pada suhu kamar selama 20 menit. Selanjutnya ditambah 20 g/l garam dapur dan dinaikkan suhunya hingga 500C. Setelah 15 menit ditambahkan 2 g/l natrium karbonat dan pencelupan diteruskan selama 40 menit. Bahan dicuci sabun panas dan dibilas hingga bersih. Pada pencelupan dengan zat warna reaktif panas suhu pencelupan setelah penambahan natrium karbonat dinaikkan hingga 70-900C.
c.      Serat wol
Bahan yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung zat warna dan ammonium asetat pH 7 untuk warna muda dan pH 5.5 untuk warna tua pada suhu 400C selama 30 menit. Selanjutnya suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.


d.      Serat poliamida
Bahan yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung zat warna dan 4% asam asetat 80% pada suhu 400C. Setelah beberapa menit suhu dinaikkan hingga 950C dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
4.    Zat warna asam
Zat warna asam merupakan zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan asam mineral atau asam organic. Zat warna ini banyak digunakan untuk mewarnai serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa. Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Berdasar cara pemakaiannya digolongkan menjadi tiga :
a.      Golongan I
Sering disebut zat warna asam celupan rata (leveldying) atau zat warna asam terdispersi molekul (molecularly dispersid). Pemakaiannya memerlukan asam kuat pH 2-3, dapat memakai asam sulfat atau asam formiat. Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik, tetapi ketahanan cucinya kurang.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 10-20% garam glauber dan 2-4% asam sulfat pada suhu 400C selama 10-20 menit sehingga diperoleh pH yang rata di seluruh bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30% atau 1% asam sulfat pekat dan pencelupan dilanjutkan selama beberapa menit.
b.      Golongan II
Pemakaiannya memerlukan asam lemah pH 5.2-6.2, dapat memakai asam asetat. Tidak memerlukan penambahan elektrolit karena pada pH lebih dari 4.7 penambahan elektrolit akan mempercepat penyerapan. Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar dan ketahanan cuci yang baik.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 10-15% garam glauber dan 3-5% asam asetat 30% pada suhu 400C selama 10-20 menit. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30% dan 1% asam sulfat pekat dan pencelupan dilanjutkan selama 40-45 menit.
c.      Golongan III
Sering disebut zat warna asam milling. Pemakaiannya tidak memerlukan penambahan asam, cukup pada pH netral. Pada suhu rendah terdispersi secara koloidal sedang pada suhu mendidih terdispersi secara molekuler. Sifat kerataannya sangat kurang sehingga memerlukan pengamatan yang teliti. Ketahanan sinar dan ketahanan cucinya paling baik dibanding kedua golongan zat warna asam lainnya.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 2-4% ammonium sulfat pada suhu 400C selama 10-20 menit sehingga diperoleh pH yang rata di seluruh bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit. Pencelupan dilanjutkan selama 1 jam pada suhu mendidih.
Proses pencelupan serat sutra sama, hanya suhunya lebih rendah, yaitu 850C. Hal ini disebabkan karena kekuatan serat akan menurun pada suhu mendidih.

Mekanisme utama pada pencelupan serat protein dengan zat warna asam adalah pembentukan ikatan garam dengan gugus amino dalam serat. Dalam keadaan isoelektrik serat wol mengandung ikatan garam yang netral sebagai berikut :
+H3N-wol-COO-
Dengan penambahan ion hydrogen dari asam, akan terbentuk ion ammonium bebas yang bermuatan positif sebagai berikut :
+H3N-wol-COO- + H+ à +H3N-wol-COOH
sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam sebagai berikut :
+H3N-wol-COOH + D- àDH3N-wol-COOH
5.    Zat warna belerang
Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang mengandung unsur belerang di dalam molekulnya, baik sebagai kromofor maupun gugus lain yang berguna dalam pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat dipakai untuk mencelup serat selulosa dan serat wol. Agar dapat digunakan untuk mewarnai serat selulosa harus direduksi terlebih dahulu. Reduktor yang dapat dipakai yaitu natrium sulfide, natrium hidrosulfit atau campuran keduanya. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya baik, harganya sangat murah. Hasil celupan dengan zat warna belerang dapat menimbulkan kemunduran kekuatan bahan. Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.    Pelarutan zat warna (reduksi)
Zat utama yang dapat dipakai untuk melarutkan zat warna adalah natrium sulfida dengan atau tanpa tambahan natrium karbonat. Reaksinya adalah sebagai berikut :
b.    Pencelupan
Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas terhadap serat selulosa sehingga dapat mencelupnya.
c.     Pembangkitan warna (oksidasi)
Zat warna tereduksi yang telah berada di dalam serat harus diubah menjadi bentuk semula dengan ukuran molekul yang besar agar tidak dapat keluar lagi dari serat. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Pencelupan dengan menggunakan zat warna belerang dilakukan sebagai berikut :
a.    Serat selulosa
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, ditambah larutan natrium sulfida dan natrium karbonat. Bahan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung zat warna, 2 g/l natrium karbonat, dan 5-25% natrium klorida pada suhu hangat. Setelah merata, larutan celup dipanaskan hingga 1000C dan pencelupan dilanjutkan selama 60 menit. Bahan dicuci bersih, dioksidasi dengan larutan natrium perborat, disabun dan dibilas.



b.    Serat sutra dan wol
Serat sutra dan wol dapat juga dicelup dengan zat warna belerang, terutama untuk warna hitam. Untuk menghindari kerusakan, alkalinitas larutan celupnya perlu dikurangi.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan  koloid pelindung 5% dan air hangat, ditambah natrium sulfit dan diencerkan dengan air panas. Setelah 10 menit ditambah larutan natrium sulfida, dipanaskan hingga larut.
Bahan wol yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup beserta amonium sulfat pada suhu 800C selama 45 menit. Bahan dicuci bersih.
6.    Zat warna bejana
Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam yang telah lama digunakan untuk mewarnai bahan tekstil. Zat warna ini terutama digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Selain itu dapat juga digunakan untuk mencelup serat wol.
Zat warna bejana termasuk dalam golongan zat warna yang tidak larut dalam air dan tidak dapat mewarnai serat selulosa secara langsung. Dalam pemakaiannya harus direduksi (dibejanakan) menjadi larutan yang mempunyai afinitas terhadap selulosa, yaitu larutan leuko. Warna larutan leuko lebih muda dibanding warna aslinya.  Setelah berada di dalam serat, bentuk leuko tadi dioksidasikan kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut di dalam air. Oleh karena itu hasil celupannya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Sifat tahan sinar dan tahan terhadap larutan hipoklorit juga baik.
Afinitas larutan leuko terhadap serat selulosa sangat besar. Hal ini sering menyebabkan hasil celupan tidak rata. Untuk mengatasinya, dilakukan pencelupan cara pigment padding, dimana zat warna yang tidak mempunyai afinitas tersebut didistribusikan secara merata pada bahan sebelum direduksi dan dioksidasi. Berdasar cara pemakaiannya, digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
a.   Golongan IK (Indanthren Kalt), mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan penambahan elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali sedikit, dibejanakan dan dicelup pada suhu rendah (20-250C).
b.   Golongan IW (Indanthren Warm), memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya. Pemakaian reduktor dan alkali agak banyak, dibejanakan dan dicelup pada suhu hangat (40-500C).
c.   Golongan IN (Indanthren Normal), daya serap tinggi sehingga tidak memerlukan penambahan elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali banyak, dibejanakan dan dicelup pada suhu panas (50-600C).
d.   Golongan IN Special (Indanthren Normal Special), menyerupai golongan IN, hanya pemakaian alkali dan reduktor, suhu pembejanaan dan pencelupan lebih tinggi (600C).
Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 hal pokok, yaitu :
a.       Pembejanaan (proses pelarutan zat warna menjadi leuko)
Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali kuat natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
D=C=O +        Hn     à D=C-OH
ZW bejana
D-C-OH + NaOH à D=C-ONa + H2O
                      senyawa leuko


b.       Pencelupan dengan senyawa leuko
Bentuk senyawa ini mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga dapat mencelupnya.
c.       Pembangkitan (oksidasi)   
Agar senyawa leuko yang telah berada di dalam serat tidak kembali lagi, perlu dioksidasi menjadi molekul semula yang berukuran besar. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Pencelupan dengan menggunakan zat warna bejana dilakukan sebagai berikut :
a.    Serat selulosa
Mula-mula zat warna bejana dibejanakan dengan penambahan air hangat (500C) dan natrium hidroksida, lalu ditaburi natrium hidrosulfit sambil terus diaduk selama 10-20 menit. Selanjutnya larutan leuko tersebut dimasukkan ke dalam larutan celup dengan penambahan alkali dan reduktor seperlunya.
Bahan dari serat kapas yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup tersebut. Untuk golongan IK, suhu pencelupan dimulai pada 40-500C, dengan penambahan elektrolit kemudian larutan celup dibiarkan turun suhunya sehingga akan menambah penyerapan. Sedangkan untuk golongan IW, IN, atau IN spesial, pencelupan dimulai pada suhu 20-300C, lalu dinaikkan perlahan-lahan hingga mencapai suhu yang diinginkan. Pencelupan berlangsung selama 30-60 menit. Bahan dicuci, dioksidasi, disabun panas dan dibilas.
b.    Serat sutra
Mula-mula ke dalam larutan celup dimasukkan natrium hidroksida 10 ml/l dan natrium hidrosulfit pada suhu 400C. Zat warna yang telah dibuat pasata dengan air dingin dimasukkan ke dalamnya, diaduk sempurna selama 20 menit. Bahan sutra yang telah di-degumming dicelup pada suhu 700C selama 60 menit. Setelah selesai diperas dan dioksidasikan di udara selama 1 jam. Kemudian dicuci dengan larutan asam asetat, dicuci, disabun pada suhu 950C dan dibilas.
7.    Zat warna dispersi
Zat warna dispersi pada mulanya digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat yang merupakan serat hidrofob. Dengan dikembangkannya serat hidrofob seperti poliakrilat, poliamida, dan polyester, maka penggunaan zat warna dispersi makin meningkat. Sekarang zat warna dispersi digunakan terutama untuk mencelup serat polyester.
Zat warna dispersi termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air, namun pada umumnya dapat terdispersi dengan sempurna. Zat warna tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan untuk mewarnai serat hidrofob. Pada pemakaiannya diperlukan zat pengemban (carrier) atau adanya suhu tinggi. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya cukup baik. Ukuran molekulnya berbeda-beda, yang sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasi.
Serat poliester merupakan serat hidrofob yang sangat kompak susunan molekulnya. Oleh karena itu tidak dapat dicelup dengan cara konvensional. Dengan penggunaan zat pengemban akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
a.    penggabungan zat pengemban dan zat warna sehingga menambah kelarutan zat warna dalam larutan. Penambahan kelarutan ini menyebabkan penambahan konsentrasi, sehingga terjadi difusi zat warna.
b.    zat pengemban bersifat hidrofil dan mempunyai afinitas terhadap serat sehingga memperbesar penggelembungan serat. Akibatnya pori-pori terbuka dan molekul zat warna teradsorb.
c.     tidak terjadi reaksi antara zat pengemban dan zat warna. Pada pengerjaan reduksi dalam larutan reduktor yang alkalis zat pengemban akan keluar.
Zat warna akan tetap tinggal di dalam serat dan serat akan merapat kembali sehingga zat warna akan tertahan dengan baik di dalam serat.
Fungsi zat pengemban dalam pencelupan serat poliester digantikan oleh penggunaan suhu tinggi disertai tekanan. Akibatnya serat akan menggelembung dan zat warna dapat masuk ke dalam serat. Terutama dilakukan pada pencelupan benang dengan warna tua. Untuk pencelupan kain umumnya dilakukan fiksasi dengan bantuan panas. Energi panas akan melunakkan serat dan melelehkan zat warna sehingga dapat berdifusi ke dalam serat. Setelah pencelupan selesai, serat akan kembali ke bentuk semula, dengan zat warna tertahan di dalamnya. Cara ini sesuai dengan solid solution theory, yaitu zat padat yang terlarut di dalam zat padat lainnya.
Pencelupan dengan menggunakan zat warna dispersi dilakukan sebagai berikut :
a.      Serat selulosa asetat
Bahan selulosa asetat yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung 1.5 ml/l zat pendispersi dan zat warna dispersi pada suhu kamar selama 15 menit. Selanjutnya suhu dinaikkan perlahan-lahan hingga 70-800C dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.



b.      Serat poliester
1)   dengan zat pengemban
Zat pengemban ditambahkan ke dalam larutan celup yang mengandung zat pendispersi pada suhu 700C. Bahan poliester yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan tersebut selama 15-30 menit. Lalu ditambahkan zat warna dispersi yang telah dilarutkan dan disaring. Suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 2 jam. Bahan direduksi, dicuci, dan disabun.
2)   dengan suhu tinggi
Bahan poliester yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi, 1 ml/l asam asetat, 1 ml/l zat pendispersi, dan zat penyangga pH 5-5.5 pada suhu 600C selama 15 menit. Suhu dinaikkan hingga 1300C dan pencelupan dilanjutkan selama 30-60 menit. Bahan direduksi, dicuci, disabun dan dibilas.
3)   secara termosol
Bahan poliester yang telah dimasak direndam peras dalam larutan celup zat warna dispersi, kemudian dikeringkan. Selanjutnya zat warna difiksasi dengan pemanasan. Bahan direduksi, dicuci, disabun dan dibilas.
c.      Serat poliakrilat
Bahan poliakrilat yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi, 1 g/l natrium dihidrogen fosfat, 0.5 ml/l asam asetat 80%, zat pendispersi pada suhu mendidih selama 90 menit. Bahan dicuci, disabun dan dibilas.
d.      Serat poliamida
Bahan poliamida yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi dan 2 ml/l zat pendispersi pada suhu kamar selama 15 menit. Suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 45 menit. Bahan dicuci, disabun dan dibilas.
8.    Zat warna pigmen
Zat warna pigmen mula-mula digunakan dalam pencapan. Dengan ditemukannya zat pengikat yang sangat plastis, zat warna ini mulai digunakan dalam pencelupan. Teknik resin bonding menghasilkan celupan yang memuaskan terutama dalam hal ketahanan cucinya. Umumnya digunakan untuk mewarnai serat selulosa atau campurannya dengan serat lain.
Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas terhadap bahan tekstil. Resin pengikat akan membentuk lapisan film yang dapat melindungi zat warna pigmen dan mampu berikatan dengan serat sehingga tahan cucinya baik.
Namun pembentukan lapisan film menyebabkan pegangan kain menjadi kaku. Selain itu, apabila ukuran molekulnya terlalu besar sangat sukar dilindungi lapisan film sehingga ketahanan gosoknya kurang. Oleh karena itu zat warna pigmen hanya digunakan untuk menghasilkan warna muda.
Pencelupan dengan zat warna pigmen tidak dapat dilakukan secara konvensional karena zat warna pigmen tidak mempunyai afinitas terhadap serat dan tidak dapat dilarutkan dalam pelarut apapun. Umumnya zat warna pigmen hanya digunakan untuk mencelup serat selulosa yang tidak bersifat termoplastis. Hal ini menyebabkan zat warna tidak dapat masuk ke dalam serat sehingga tidak terikat secara sempurna. Ikatan antara zat warna dan serat dapat diperbaiki dengan zat pengikat berupa resin, yaitu senyawa berberat molekul rendah yang mampu berpolimerisasi membentuk jaringan tiga dimensi yang berikatan dengan serat dan membentuk lapisan film yang sangat tipis.
Pembentukan lapisan film memerlukan bantuan panas dan suasana asam. Hal tersebut diperoleh dengan proses pemanas awetan (curing) dan dengan bantuan katalisator yang mampu menghasilkan asam pada waktu pemanas awetan. Resin yang umum digunakan yaitu resin alkid dengan katalisator magnesium klorida, diamonium fosfat, dan sebagainya.
Pemakaian zat warna pigmen dilakukan dengan merendam peras bahan yang telah dimasak dan dikeringkan di dalam larutan celup yang mengandung zat warna pigmen, resin, dan katalisator, diikuti dengan pengeringan dan pemanas awetan. Umumnya zat pengikat yang digunakan sekitar 50 g/l dengan penambahan katalisator 10-15 g/l. Sebelum bahan direndam peras, zat-zat tersebut harus dibuat emulsi dengan pengadukan yang sempurna. Pengeringan berlangsung pada suhu 800C, sedang pemanas awetan pada suhu 120-1500C selama 3-5 menit.
9.    Zat warna naftol
Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warna yang terbentuk di dalam serat dari senyawa penggandeng (coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit, yaitu senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina aromatik. Penggunaannya terutama untuk mewarnai serat selulosa. Dapat juga untuk mewarnai serat protein dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam air. Daya serapnya terhadap selulosa kurang baik dan bervariasi. Dapat digolongkan menjadi 3, yaitu yang mempunyai subtantivitas rendah (Naftol AS), subtantivitas sedang (Naftol AS-G), dan subtantivitas tinggi (Naftol AS-BO).
Ketahanan gosoknya kurang, terutama dalam keadaan basah. Sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol akan mempunyai afinitas terhadap selulosa setelah diubah menjadi naftolat, yaitu dengan melarutkannya dalam larutan alkali.
Garam diazonium yang digunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan dalam larutan naftolat, baru dibangkitkan dengan garam diazonium. Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya menghasilkan bermacam-macam warna tergantung garam diazonium yang digunakan. Dapat juga bersifat monogenik, yaitu mengarah pada satu warna, tidak tergantung garam diazonium yang digunakan.
Mekanisme pencelupan dengan zat warna naftol meliputi empat hal, yaitu :
a.   Pembuatan naftolat
ONa
 
Zat utama yang digunakan adalah natrium hidroksida. Larutan naftolat yang terbentuk jernih. Pembuatannya dilakukan dengan mendispersikan naftol dengan spirtus ditambah larutan natrium hidroksida, lalu ditambah air dingin. Dapat juga dilakukan dengan mendispersikan naftol dalam koloid pelindung (TRO) ditambah larutan natrium hidroksida, lalu ditambah air panas. Reaksinya adalah sebagai berikut :







 
                        + NaOH à                         + H2O
Zat Warna Naftol                   Naftolat
b.   Pencelupan
Zat warna naftol tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa. Namun setelah dilarutkan menjadi larutan naftolat timbul afinitasnya sehingga dapat mewarnai serat. Bahan yang telah dicelup perlu diperas sebelum dibangkitkan warnanya dengan garam diazonium untuk mengurangi terjadinya pembangkitan warna pada permukaan serat yang dapat menyebabkan ketahanan gosoknya berkurang.
c.    Diazotasi
Garam diazonium yang digunakan sebagai pembangkit dapat berupa basa naftol, yaitu senyawa amina aromatik maupun garam diazonium, yaitu basa naftol yang telah diazotasi. Apabila berupa garam diazonium, maka dapat langsung dilarutkan dalam air. Namun apabila masih dalam bentuk basa naftol perlu diazotasi dengan asam klorida berlebih dan natrium nitrit pada suhu yang sangat rendah.
 

d.   Pembangkitan
Naftolat yang telah berada di dalam serat perlu dibangkitkan dengan larutan garam diazonium agar terjadi pigmen naftol yang berwarna dan terbentuk di dalam serat.
 


        naftolat      garam diazonium
Pencelupan dengan menggunakan zat warna naftol dilakukan sebagai berikut :
a.      Serat selulosa
Mula-mula zat warna naftol dilarutkan dengan cara membuat pasta dengan penambahan TRO, kemudian ditambah natrium hidroksida dan air panas sampai terbentuk larutan jernih. Dapat juga dibuat pasta dingin dengan melarutkan naftol dalam spirtus, ditambah natrium hidroksida dan diencerkan dengan air dingin hingga terbentuk larutan jernih.
Bahan selulosa yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol dengan penambahan 10-15 ml/l natrium hidroksida dan 30 g/l natrium klorida. Selanjutnya bahan diperas dan dibangkitkan di dalam larutan garam diazonium. pH larutan pembangkit dipertahankan pada 4.5-5 dengan larutan penyangga, yaitu natrium asetat dan asam asetat. Kadang-kadang sebagai pembangkit digunakan basa naftol yang telah diazotasi menjadi garam diazonium.
b.      Serat protein
Mula-mula zat warna naftol dilarutkan dengan cara mencampur 3 g sabun dan 12 g natrium karbonat dilarutkan dalam 30 ml air dan dididihkan sampai jernih. 1.25 g naftol dibuat pasta dalam sebagian larutan tersebut, kemudian ditambahkan sisanya dan dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit.
Bahan wol yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol pada suhu 500C selama 30 menit. Selanjutnya bahan diperas dan dibangkitkan di dalam larutan garam diazonium selama 30 menit. Bahan diperas, dicuci air dingin, disabun pada 500C selama 10 menit dan dibilas.
c.      Serat poliester
Mula-mula basa naftol dibuat pasta dengan bantuan zat pendispersi, lalu dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung 2 g/l zat pendispersi pada suhu 700C. Bahan poliester yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol pada suhu mendidih selama 20-30 menit. Asam beta hidroksi naftolat yang telah dilarutkan dalam zat pendispersi ditambahkan ke dalam larutan celup dan pencelupan diteruskan selama 1 jam.

17 komentar:

  1. Artikel yang baik, dan sangat membantu saya dalam mencelup benang untuk tenun ATBM

    BalasHapus
  2. terimakasih artikelnya,, sangat membantu.
    saya mau tanya nih,, apa penyebab dari redyeing( pencelupan ulang) dan bagaimana solusinya ?
    mohon dibalas ya mimin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Fita Hutami : Terimakasih kembali, maaf udah lama vakum di blog jadi baru sempat membalas komentar.
      jawaban : Redyeing itu solusinya jika terjadi kegagalan dalam pencelupan, penyebab redyeing :
      1. warna tidak rata (blenteng)
      2. hasil pencelupan tidak sesui dengan warna yang di inginkan konsumen
      redyeing (celup ulang) bisa dilakukan jika 1.warna pertama lebih muda dibanding warna yg akan dicelup ulang 2.warna pertama searah dengan warna kedua (misal warna pertama hijau muda dan warna yang akan di redyeing hijau tua) untuk redyeing warna hitam bisa dilakukan di semua warna.

      Hapus
  3. Balasan
    1. mohon maaf ini teori dasarnya.
      kalo yang ada proses dan langkah-langkahnya silahkan baca artikel saya yang lainya

      Hapus
  4. Terima kasih artikelnya bagus sekali, maaf saya mau tanya apakah Na2Co3 atau Sodium Carbonate bisa diganti dengan Sodium Bicarbonate atau NaHCo3 atau tidak ya? Terima kasih sebelumnya atas jawabannya, semoga sukses selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam proses pencelupan zw reaktif bisa gantikan / dikomposisikan (dioplos)
      Na2CO3 memberi efek warna agak busam
      NaHCO3 memberi efek warna agak cerah.

      Hapus
  5. Terima kasih atas ilmu nya,tp yg sy hadapi sekarang proses print nya suka terjadi ngegaris memanjang udah sy lakukan dgn cara mengencer kan dan mengental kan pengental nya masih tetap ngegaris,jln nya di mesin rotary, apa ya penyebab nya tolong di beritahukan,hrs bagai mana ,trima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada banyak kemungkinan tp dilihat dari cerita/kejadian bisa berasal dari
      1. screenya
      2. rakelnya
      3. blangketnya
      silahkan dipriksa kembali, ditunggu hasil penyelesainya agar dapat bisa dibagi keteman-teman.

      Hapus
  6. Ilmunya bermanfaat sekali. Ada yang mau ditanyakan yaitu urutan proses pencelupan TC warna HITAM berikut standar suhu dan waktunya. Terima kasih banyak sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. silahkan baca artikel saya yang berjudul "pencelupan zat warna dispers" dan "pencelupan bahan campuran"
      didalamnya sudah komplit

      Hapus
  7. Saya menjual Chemical untuk waste water treatment, Boiler, cooling tower, chiller ,dan oli industri untuk mesin hidrolik Cnc moulding dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
    WA:081310849918
    Terima kasih

    BalasHapus
  8. Pak bagaimana menghindari warna yang mudah luntur pada hasil pencelupan hal yang harus dilakukan sebelum&sesudah pencelupan AP?

    BalasHapus
  9. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
    Terjangkau
    Cost saving
    Solusi
    Penawaran spesial
    Hemat biaya Energi dan listrik
    Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut


    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management
    OUR SERVICE
    1.
    Coagulan, nutrisi dan bakteri
    Flokulan
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Garment wash
    Eco Loundry
    Paper Chemical
    Textile Chemical
    Degreaser & Floor Cleaner Plant

    2.
    Oli industri
    Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    3.
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Disinfectant
    Evaporator
    Oli Grease
    Karung
    Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
    Zinc oxide
    Thinner
    Macam 2 lem
    Alat-alat listrik
    Packaging
    Pallet
    CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
    Almunium

    BalasHapus
  10. Kalau yang di maksud turun celup itu seperti apa

    BalasHapus