P E N C E L U P A N (D Y E I N G)
Pencelupan
adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen. Metode pemberian
warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat
yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna
apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke
dalam bahan mencapai titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna
dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak menempel pada bahan. Zat
warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga dapat bergerak kian
kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk
mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan
dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan konsentrasi
rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna
akan bergerak mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di
atas menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat. Daya adsorpsi akan
terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan terserap menempel pada
bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat dengan konsentrasi zat warna
di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih tinggi, maka zat warna
akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya
ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan antara gugus
auksokrom dengan serat.
Gaya-gaya
pengikatan pada pencelupan yaitu :
1. Ikatan
hydrogen
Ikatan hydrogen merupakan ikatan
sekunder yang terjadi karena atom hydrogen pada gugus hidroksi/amino mengadakan
ikatan lemah dengan atom-atom lainnya.
H-O-H H
H-O-H----O
H
2. Ikatan
elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan
antara zat warna dengan serat yang timbul karena adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang
berlawanan. Misalnya ikatan antara serat dengan gugus anion pada molekul zat
warna.
3. Ikatan
Van der Waals
Ikatan Van der Waals terjadi
apabila antara zat warna dengan serat mempunyai gugus hidrokarbon yang sesuai
sehingga saat pencelupan zat warna cenderung lepas dari air dan bergabung
dengan serat.
4. Ikatan
kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada
pencelupan serat dengan zat warna reaktif, sifatnya paling kuat dibanding
ikatan yang lain.
Zat warna meliputi semua bahan
pewarna yang dapat larut dalam air dan mempunyai daya tarik terhadap serat pada
bahan tekstil. Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila :
1.
Zat
tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor), misalnya azo
(-N=N-), nitro (-NO2), nitroso (-NO).
2.
Zat
tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat
(auksokrom), misalnya amino (-NH2), hidroksil (-OH-).
Zat
warna tekstil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mempunyai
afinitas terhadap serat.
2. Mempunyai
kemampuan untuk berdifusi.
3.
Mampu
menyerap hingga panjang gelombang tertentu secara intensif.
4.
Dapat
terdispersi dalam pelarut(umumnya air).
5. Stabil dalam serat.
Berdasar sifat pemakaian, zat warna digolongkan menjadi
:
1. Zat
warna subtantif, yaitu zat warna yang larut dalam air dan langsung dapat
mewarnai bahan.
2. Zat
warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan obat bantu untuk dapat mewarnai
bahan.
Berdasar sifat pemakaian, zat warna digolongkan menjadi
:
1.
Zat warna direk
Dikenal
sebagai zat warna subtantif, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap selulosa
dan tidak memerlukan senyawa Mordant. Dikenal juga sebagai zat warna garam
karena dalam pencelupan selalu harus ditambahkan garam untuk memperbesar
penyerapan. Dapat juga digunakan untuk mencelup serat wol dan sutra.
Zat warna
direk mempunyai tahan sinar yang cukup baik, namun tahan cucinya kurang baik,
sehingga memerlukan kerja iring untuk memperbaikinya. Kerja iring dilakukan
untuk memperbesar molekul zat warna dengan menggunakan formaldehid, garam-garam
diazonium, dan garam logam agar tidak mudah luntur. Garam diazonium akan
menggandeng garam lain sehingga molekul zat warna menjadi besar. Selain itu,
zat warna direk juga tidak tahan terhadap oksidasi dan reduksi.
Pada
pencelupan dengan zat warna direk, gugus hidroksil dalam molekul selulosa
memegang peranan penting. Akan terjadi ikatan hidrogen antara gugus hidroksil
dengan gugus amina dalam molekul zat warna direk, menurut reaksi :
R-N-H---O-selulosa atau R-N---HO-selulosa
H H -NR
Berdasar
kerataan pencelupannya, zat warna direk digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a.
Golongan A
Zat warna
direk golongan ini mudah bermigrasi sehingga mempunyai daya perata yang tinggi.
Pada awal pencelupan mungkin tidak akan rata, namun dengan pendidihan yang
cukup akan diperoleh hasil yang rata.
Mula-mula zat warna dibuat pasta
dengan air dingin dan zat pembasah. Lalu ditambah air mendidih dan diaduk
hingga larut sempurna. Larutan tersebut ditambah Na2CO3
1-3% untuk menghilangkan kesadahan air. Selanjutnya ditambah NaCl 5-20%
tergantung ketuaan warna yang diinginkan. Bahan dicelup pada suhu 40-500C
sambil dinaikkan suhunya hingga mendidih selama 30-40 menit. Pencelupan
dilanjutkan selama 45-60 menit pada suhu mendidih tersebut. Apabila hasil
celupan kurang rata, maka dapat diperpanjang waktunya selama beberapa menit.
b.
Golongan B
Zat warna
direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah sehingga penyerapannya
perlu diatur dengan penambahan elektrolit. Apabila pada awal pencelupan tidak
akan rata, maka sulit diperbaiki.
Cara
pencelupannya sama dengan golongan A, hanya penambahan NaCl dilakukan
sedikit-sedikit hingga larutan celup mendidih. Lebih baik jika NaCl dilarutkan
terlebih dahulu dan disuapkan secara kontinyu. Penyerapan
dan kepekaan zat warna terhadap elektrolit dapat dilakukan dengan penambahan
surfaktan.
c.
Golongan C
Zat warna direk golongan ini
mempunyai daya perata yang rendah dan sangat peka terhadap elektrolit.
Penyerapannya sangat baik walaupun tanpa penambahan elektrolit, namun perlu
dilakukan pengaturan suhu pencelupan.
Pencelupan
dimulai pada suhu rendah tanpa penambahan elektrolit. Kemudian
suhu dinaikkan perlahan-lahan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama
45-60 menit. Pengaturan suhu harus dilakukan agar hasilnya rata. Ketuaan warna
dapat ditingkatkan dengan penambahan elektrolit setelah larutan mendidih.
Pengerjaan iring dapat dilakukan
dengan proses sebagai berikut :
a. Dengan
kalium bikromat
Setelah bahan dicelup dan dibilas,
kemudian dikerjakan dalam larutan kalium bikromat 1-3% dan asam asetat 2-4%
pada suhu 600C selama 20-30 menit. Selain itu dapat juga dilakukan
dengan kalium bikromat 1-2%, tembaga sulfat, dan asam asetat 2-4% pada suhu 600C
selama 30 menit sehingga tahan cuci dan tahan sinarnya dapat diperbaiki.
b. Dengan
zat kation aktif
Zat kation aktif antara lain
dikenal dengan nama dagang Neofix, amigen, sandofix WE. Zat tersebut akan bergabung
dengan anion dan zat warna direk membentuk senyawa yang lebih komplek untuk
memperbaiki ketahanan cucinya. Bahan yang telah dicelup dan dibilas, dikerjakan
dalam larutan zat kation aktif 1-3% pada suhu 60-700C selama 15
menit. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif ini dapat menurunkan ketahanan
sinarnya.
2. Zat
warna basa
Zat warna basa dikenal juga dengan
nama zat warna kationik atau Mauvin, terutama digunakan untuk mewarnai serat
protein, seperti wol dan sutra. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap
selulosa, sehingga perlu pengerjaan pendahuluan (Mordanting) dengan asam
tannin agar dapat digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Zat warna basa merupakan zat warna
subtantif dengan kecerahan dan intensitas yang tinggi. Tahan sinarnya jelek, tahan
cucinya kurang baik. Zat warna ini mudah larut dalam alkohol.
Zat warna basa tidak mempunyai
afinitas terhadap selulosa sehingga bila dicelup langsung akan luntur kembali.
Afinitasnya tinggi terhadap serat protein, karena akan terbentuk ikatan garam sehingga
dapat berikatan dengan zat warna basa :
NH2+-wol-COO-
+ D+ Û
wol-COOD
Serat poliakrilat mempunyai gugus
asam di dalam molekulnya. Zat warna tersebut akan terserap pada tempat-tempat
yang bermuatan negatif, sehingga bila tempat tersebut telah terisi semua, maka
penyerapan zat warna akan terhenti.
Pencelupan dengan menggunakan zat warna basa dilakukan
sebagai berikut :
a. Serat
selulosa
Bahan yang
telah dimasak dikerjakan dalam larutan asam tanin pada suhu mendidih selama
10-20 menit. Pengerjaan diteruskan selama 2 jam dengan tetap mempertahankan
suhu larutan. Bahan diperas lalu dikerjakan lagi dalam larutan tartar emetic
pada suhu kamar selama 30 menit, selanjutnya bahan dibilas dan diperas.
Kemudian bahan dicelupkan dalam larutan celup yang mengandung 1-3% asam asetat
30% dan 1/3 bagian larutan zat warna pada suhu kamar selama 15 menit. Lalu 1/3
bagian lagi dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga 400C. Setelah 20
menit, sisa larutan zat warna dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga 700C.
Pencelupan
dilanjutkan selama 30 menit. Setelah selesai, bahan diMordant kembali dalam
larutan asam 0.5 ml/l tartrat pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya
bahan diperas dan dikerjakan dalam larutan 0.2 ml/l tartar emetic selama
beberapa menit. Hasil celupan tersebut akan
meningkatkan tahan cuci, namun dapat mengubah warna celupan.
b. Serat
sutra
Bahan sutra yang telah di-degumming
dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung 0.5 ml/l asam asetat 90% pada
suhu kamar. Setelah 10 menit, larutan zat warna dimasukkan sebagian dan suhu
dinaikkan hingga 800C. Berikutnya sisa larutan zat warna dimasukkan
dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam, lalu bahan dibilas. Selanjutnya dilakukan kerja iring dalam larutan yang
mengandung 1% asam tanin pada suhu 600C selama 10 menit. Bahan
diperas dan dicelupkan kembali ke dalam larutan 0.5% tartar emetic pada suhu
kamar selama 30 menit, lalu dibilas hingga bersih.
c. Serat
wol
Bahan wol yang telah dimasak
dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung larutan zat warna dan 1-3%
asam asetat pada suhu kamar selama 10 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga
mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 30-45 menit, lalu bahan dibilas
hingga bersih.
d. Serat
poliakrilat
Bahan poliakrilat yang telah
dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung larutan zat warna dan
campuran asam asetat-natrium asetat 1-2 g/l hingga mencapai pH 4.5-5.5 pada
suhu 750C selama 10 menit. Kemudian larutan dididihkan dan
pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Lalu suhu diturunkan perlahan-lahan hingga
di bawah 750C dan bahan dibilas hingga bersih.
3. Zat
warna reaktif
Zat warna reaktif pada awalnya
dikenal dengan nama dagang Procion. Biasa digunakan untuk mencelup serat
selulosa. Serat protein seperti wol dan sutra juga dapat dicelup dengan zat
warna ini. Pencelupan serat nilon dengan zat warna reaktif akan menghasilkan
warna muda dengan kerataan yang baik.
Zat warna reaktif tergolong ke
dalam zat warna yang larut dalam air. Zat warna ini berikatan kovalen dengan
serat selulosa, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh
karena itu, sifat tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Berdasar cara
pemakaiannya, digolongkan menjadi:
a. Zat
warna reaktif dingin, mempunyai kereaktifan tinggi dan dicelup pada suhu
rendah.
b. Zat
warna reaktif panas, mempunyai kereaktifan rendah dan dicelup pada suhu tinggi.
Mekanisme pencelupan dengan zat
warna reaktif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan penyerapan zat
warna ke dalam serat. Pada tahap
ini tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan serat. Zat warna lebih banyak
terserap ke dalam serat dari pada terhidrolisa. Penyerapan ini dibantu dengan
penambahan elektrolit. Tahap kedua merupakan fiksasi, yaitu reaksi antara zat
warna dengan serat. Reaksi ini terjadi dengan penambahan alkali.
D-Cl +
selulosa OH Û D-O-selulosa + HCl
NaOH + HCl à NaCl + H2O
Pencelupan dengan menggunakan
zat warna reaktif dilakukan sebagai berikut :
a. Serat
selulosa
Mula-mula zat warna reaktif dingin
dibuat pasta dengan air dingin lalu ditambah air hangat hingga larut sempurna.
Bahan yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup pada suhu 400C
selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 30-60 g/l NaCl dan dilanjutkan selama 30
menit, lalu ditambah alkali, seperti natrium karbonat dan dilanjutkan lagi
selama 30-45 menit. Bahan dicuci dengan air dingin, lalu dengan air mendidih
untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang terhidrolisa. Selanjutnya bahan
dicuci dengan sabun mendidih dan dibilas hingga bersih. Proses pencelupan
dengan zat warna reaktif panas sama, hanya suhu pencelupan setelah penambahan
alkali dinaikkan hingga 85-950C
b. Serat
sutra
Bahan yang telah di-degumming
dicelup dalam larutan celup pada suhu kamar selama 20 menit. Selanjutnya
ditambah 20 g/l garam dapur dan dinaikkan suhunya hingga 500C.
Setelah 15 menit ditambahkan 2 g/l natrium karbonat dan pencelupan diteruskan
selama 40 menit. Bahan dicuci sabun panas dan dibilas hingga bersih. Pada
pencelupan dengan zat warna reaktif panas suhu pencelupan setelah penambahan
natrium karbonat dinaikkan hingga 70-900C.
c. Serat
wol
Bahan yang telah dimasak dicelup
dalam larutan celup yang mengandung zat warna dan ammonium asetat pH 7 untuk
warna muda dan pH 5.5 untuk warna tua pada suhu 400C selama 30
menit. Selanjutnya suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan
selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
d. Serat
poliamida
Bahan yang telah dimasak dicelup
dalam larutan celup yang mengandung zat warna dan 4% asam asetat 80% pada suhu
400C. Setelah
beberapa menit suhu dinaikkan hingga 950C dan pencelupan dilanjutkan
selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
4. Zat
warna asam
Zat warna asam merupakan zat warna
yang dalam pemakaiannya memerlukan asam mineral atau asam organic. Zat warna
ini banyak digunakan untuk mewarnai serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti
zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa. Zat
warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya
mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Berdasar cara
pemakaiannya digolongkan menjadi tiga :
a. Golongan
I
Sering disebut zat warna asam
celupan rata (leveldying) atau zat warna asam terdispersi molekul (molecularly
dispersid). Pemakaiannya memerlukan asam kuat pH 2-3, dapat memakai asam
sulfat atau asam formiat. Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik,
tetapi ketahanan cucinya kurang.
Mula-mula zat warna dibuat pasta
dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol
yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 10-20% garam
glauber dan 2-4% asam sulfat pada suhu 400C selama 10-20 menit
sehingga diperoleh pH yang rata di seluruh bahan. Zat warna yang telah
dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit.
Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30% atau 1% asam sulfat pekat dan
pencelupan dilanjutkan selama beberapa menit.
b. Golongan
II
Pemakaiannya memerlukan asam lemah
pH 5.2-6.2, dapat memakai asam asetat. Tidak memerlukan penambahan elektrolit
karena pada pH lebih dari 4.7 penambahan elektrolit akan mempercepat
penyerapan. Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar dan ketahanan cuci yang
baik.
Mula-mula zat warna dibuat pasta
dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol
yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 10-15% garam
glauber dan 3-5% asam asetat 30% pada suhu 400C selama 10-20 menit.
Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih
selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30% dan 1% asam
sulfat pekat dan pencelupan dilanjutkan selama 40-45 menit.
c. Golongan
III
Sering disebut zat warna asam milling.
Pemakaiannya tidak memerlukan penambahan asam, cukup pada pH netral. Pada suhu rendah terdispersi secara koloidal sedang
pada suhu mendidih terdispersi secara molekuler. Sifat kerataannya sangat
kurang sehingga memerlukan pengamatan yang teliti. Ketahanan sinar dan
ketahanan cucinya paling baik dibanding kedua golongan zat warna asam lainnya.
Mula-mula zat warna dibuat pasta
dengan air dingin kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol
yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan yang mengandung 2-4% ammonium
sulfat pada suhu 400C selama 10-20 menit sehingga diperoleh pH yang
rata di seluruh bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu
dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit. Pencelupan dilanjutkan selama 1 jam
pada suhu mendidih.
Proses pencelupan serat sutra sama,
hanya suhunya lebih rendah, yaitu 850C. Hal ini disebabkan karena
kekuatan serat akan menurun pada suhu mendidih.
Mekanisme utama pada pencelupan serat
protein dengan zat warna asam adalah pembentukan ikatan garam dengan gugus
amino dalam serat. Dalam keadaan isoelektrik serat wol mengandung ikatan garam
yang netral sebagai berikut :
+H3N-wol-COO-
Dengan penambahan ion hydrogen dari
asam, akan terbentuk ion ammonium bebas yang bermuatan positif sebagai berikut
:
+H3N-wol-COO- + H+ à +H3N-wol-COOH
sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam
sebagai berikut :
+H3N-wol-COOH + D- àDH3N-wol-COOH
5. Zat
warna belerang
Zat warna belerang merupakan suatu
zat warna yang mengandung unsur belerang di dalam molekulnya, baik sebagai
kromofor maupun gugus lain yang berguna dalam pencelupannya. Zat warna ini
tidak larut dalam air dan dapat dipakai untuk mencelup serat selulosa dan serat
wol. Agar dapat digunakan untuk mewarnai serat selulosa harus direduksi
terlebih dahulu. Reduktor yang dapat dipakai yaitu natrium sulfide, natrium
hidrosulfit atau campuran keduanya. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya baik,
harganya sangat murah. Hasil celupan dengan zat warna belerang dapat
menimbulkan kemunduran kekuatan bahan. Mekanisme pencelupan dengan zat warna
belerang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a. Pelarutan
zat warna (reduksi)
Zat utama yang dapat dipakai untuk
melarutkan zat warna adalah natrium sulfida dengan atau tanpa tambahan natrium
karbonat. Reaksinya adalah sebagai berikut :
b. Pencelupan
Bentuk zat warna yang telah
tereduksi tersebut mempunyai afinitas terhadap serat selulosa sehingga dapat
mencelupnya.
c. Pembangkitan
warna (oksidasi)
Zat warna tereduksi yang telah
berada di dalam serat harus diubah menjadi bentuk semula dengan ukuran molekul
yang besar agar tidak dapat keluar lagi dari serat. Reaksinya adalah sebagai
berikut :
Pencelupan dengan menggunakan zat warna belerang
dilakukan sebagai berikut :
a. Serat
selulosa
Mula-mula zat warna dibuat pasta
dengan air dingin, ditambah larutan natrium sulfida dan natrium karbonat. Bahan
yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung zat warna,
2 g/l natrium karbonat, dan 5-25% natrium klorida pada suhu hangat. Setelah
merata, larutan celup dipanaskan hingga 1000C dan pencelupan
dilanjutkan selama 60 menit. Bahan dicuci bersih, dioksidasi dengan larutan
natrium perborat, disabun dan dibilas.
b. Serat
sutra dan wol
Serat sutra
dan wol dapat juga dicelup dengan zat warna belerang, terutama untuk warna
hitam. Untuk menghindari kerusakan, alkalinitas larutan celupnya perlu
dikurangi.
Mula-mula
zat warna dibuat pasta dengan koloid
pelindung 5% dan air hangat, ditambah natrium sulfit dan diencerkan dengan air
panas. Setelah 10 menit ditambah larutan natrium sulfida, dipanaskan hingga
larut.
Bahan wol
yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup beserta amonium sulfat
pada suhu 800C selama 45 menit. Bahan
dicuci bersih.
6. Zat
warna bejana
Zat warna bejana merupakan salah
satu zat warna alam yang telah lama digunakan untuk mewarnai bahan tekstil. Zat
warna ini terutama digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Selain itu dapat
juga digunakan untuk mencelup serat wol.
Zat warna bejana termasuk dalam
golongan zat warna yang tidak larut dalam air dan tidak dapat mewarnai serat
selulosa secara langsung. Dalam pemakaiannya harus direduksi (dibejanakan) menjadi
larutan yang mempunyai afinitas terhadap selulosa, yaitu larutan leuko. Warna
larutan leuko lebih muda dibanding warna aslinya. Setelah berada di dalam serat, bentuk leuko
tadi dioksidasikan kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut di dalam air.
Oleh karena itu hasil celupannya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Sifat
tahan sinar dan tahan terhadap larutan hipoklorit juga baik.
Afinitas
larutan leuko terhadap serat selulosa sangat besar. Hal
ini sering menyebabkan hasil celupan tidak rata. Untuk mengatasinya, dilakukan
pencelupan cara pigment padding, dimana zat warna yang tidak mempunyai
afinitas tersebut didistribusikan secara merata pada bahan sebelum direduksi
dan dioksidasi. Berdasar cara pemakaiannya, digolongkan menjadi 4 golongan,
yaitu :
a. Golongan
IK (Indanthren Kalt), mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan
penambahan elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali sedikit, dibejanakan dan
dicelup pada suhu rendah (20-250C).
b. Golongan
IW (Indanthren Warm), memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya.
Pemakaian reduktor dan alkali agak banyak, dibejanakan dan dicelup pada suhu
hangat (40-500C).
c. Golongan
IN (Indanthren Normal), daya serap tinggi sehingga tidak memerlukan penambahan
elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali banyak, dibejanakan dan dicelup pada
suhu panas (50-600C).
d. Golongan
IN Special (Indanthren Normal Special), menyerupai golongan IN, hanya pemakaian
alkali dan reduktor, suhu pembejanaan dan pencelupan lebih tinggi (600C).
Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri
dari 3 hal pokok, yaitu :
a.
Pembejanaan
(proses pelarutan zat warna menjadi leuko)
Zat utama
yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali kuat natrium
hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
D=C=O + Hn à D=C-OH
ZW bejana
D-C-OH +
NaOH à D=C-ONa + H2O
senyawa leuko
b.
Pencelupan
dengan senyawa leuko
Bentuk
senyawa ini mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga dapat mencelupnya.
c.
Pembangkitan
(oksidasi)
Agar
senyawa leuko yang telah berada di dalam serat tidak kembali lagi, perlu
dioksidasi menjadi molekul semula yang berukuran besar. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
Pencelupan dengan menggunakan zat warna bejana dilakukan
sebagai berikut :
a. Serat
selulosa
Mula-mula zat warna bejana
dibejanakan dengan penambahan air hangat (500C) dan natrium
hidroksida, lalu ditaburi natrium hidrosulfit sambil terus diaduk selama 10-20
menit. Selanjutnya larutan leuko tersebut dimasukkan ke dalam larutan celup
dengan penambahan alkali dan reduktor seperlunya.
Bahan dari serat kapas yang telah
dimasak dikerjakan dalam larutan celup tersebut. Untuk golongan IK, suhu
pencelupan dimulai pada 40-500C, dengan penambahan elektrolit
kemudian larutan celup dibiarkan turun suhunya sehingga akan menambah
penyerapan. Sedangkan untuk golongan IW, IN, atau IN spesial, pencelupan
dimulai pada suhu 20-300C, lalu dinaikkan perlahan-lahan hingga
mencapai suhu yang diinginkan. Pencelupan berlangsung selama 30-60 menit. Bahan
dicuci, dioksidasi, disabun panas dan dibilas.
b. Serat
sutra
Mula-mula ke dalam larutan celup
dimasukkan natrium hidroksida 10 ml/l dan natrium hidrosulfit pada suhu 400C.
Zat warna yang telah dibuat pasata dengan air dingin dimasukkan ke dalamnya,
diaduk sempurna selama 20 menit. Bahan sutra yang telah di-degumming
dicelup pada suhu 700C selama 60 menit. Setelah selesai diperas dan
dioksidasikan di udara selama 1 jam. Kemudian dicuci dengan larutan asam
asetat, dicuci, disabun pada suhu 950C dan dibilas.
7. Zat
warna dispersi
Zat warna dispersi pada mulanya
digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat yang merupakan serat hidrofob.
Dengan dikembangkannya serat hidrofob seperti poliakrilat, poliamida, dan
polyester, maka penggunaan zat warna dispersi makin meningkat. Sekarang zat
warna dispersi digunakan terutama untuk mencelup serat polyester.
Zat warna dispersi termasuk
golongan zat warna yang tidak larut dalam air, namun pada umumnya dapat
terdispersi dengan sempurna. Zat warna tersebut sebenarnya tidak dapat
digunakan untuk mewarnai serat hidrofob. Pada pemakaiannya diperlukan zat pengemban
(carrier) atau adanya suhu tinggi. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya
cukup baik. Ukuran molekulnya berbeda-beda, yang sangat erat hubungannya dengan
sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasi.
Serat poliester merupakan serat
hidrofob yang sangat kompak susunan molekulnya. Oleh karena itu tidak dapat
dicelup dengan cara konvensional. Dengan penggunaan zat pengemban akan terjadi
hal-hal sebagai berikut :
a. penggabungan
zat pengemban dan zat warna sehingga menambah kelarutan zat warna dalam larutan.
Penambahan kelarutan ini menyebabkan penambahan konsentrasi, sehingga terjadi
difusi zat warna.
b. zat
pengemban bersifat hidrofil dan mempunyai afinitas terhadap serat sehingga
memperbesar penggelembungan serat. Akibatnya pori-pori terbuka dan molekul zat
warna teradsorb.
c. tidak
terjadi reaksi antara zat pengemban dan zat warna. Pada pengerjaan reduksi dalam
larutan reduktor yang alkalis zat pengemban akan keluar.
Zat warna akan tetap tinggal di dalam serat dan serat
akan merapat kembali sehingga zat warna akan tertahan dengan baik di dalam
serat.
Fungsi zat pengemban dalam
pencelupan serat poliester digantikan oleh penggunaan suhu tinggi disertai
tekanan. Akibatnya serat akan menggelembung dan zat warna dapat masuk ke dalam
serat. Terutama dilakukan pada pencelupan benang dengan warna tua. Untuk
pencelupan kain umumnya dilakukan fiksasi dengan bantuan panas. Energi panas
akan melunakkan serat dan melelehkan zat warna sehingga dapat berdifusi ke
dalam serat. Setelah pencelupan selesai, serat akan kembali ke bentuk semula,
dengan zat warna tertahan di dalamnya. Cara ini sesuai dengan solid solution
theory, yaitu zat padat yang terlarut di dalam zat padat lainnya.
Pencelupan dengan menggunakan zat warna dispersi
dilakukan sebagai berikut :
a. Serat
selulosa asetat
Bahan
selulosa asetat yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung
1.5 ml/l zat pendispersi dan zat warna dispersi pada suhu kamar selama 15
menit. Selanjutnya suhu dinaikkan perlahan-lahan hingga 70-800C dan
pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
b. Serat
poliester
1) dengan
zat pengemban
Zat pengemban ditambahkan ke dalam
larutan celup yang mengandung zat pendispersi pada suhu 700C. Bahan
poliester yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan tersebut selama 15-30 menit.
Lalu ditambahkan zat warna dispersi yang telah dilarutkan dan disaring. Suhu
dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 2 jam. Bahan
direduksi, dicuci, dan disabun.
2) dengan
suhu tinggi
Bahan poliester yang telah dimasak
dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi, 1 ml/l asam
asetat, 1 ml/l zat pendispersi, dan zat penyangga pH 5-5.5 pada suhu 600C
selama 15 menit. Suhu dinaikkan hingga 1300C dan pencelupan
dilanjutkan selama 30-60 menit. Bahan direduksi, dicuci, disabun dan dibilas.
3) secara
termosol
Bahan poliester yang telah dimasak
direndam peras dalam larutan celup zat warna dispersi, kemudian dikeringkan.
Selanjutnya zat warna difiksasi dengan pemanasan. Bahan direduksi, dicuci,
disabun dan dibilas.
c. Serat
poliakrilat
Bahan poliakrilat yang telah
dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi, 1
g/l natrium dihidrogen fosfat, 0.5 ml/l asam asetat 80%, zat pendispersi pada
suhu mendidih selama 90 menit. Bahan dicuci, disabun dan dibilas.
d. Serat
poliamida
Bahan poliamida yang telah dimasak
dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung zat warna dispersi dan 2 ml/l
zat pendispersi pada suhu kamar selama 15 menit. Suhu dinaikkan hingga mendidih
dan pencelupan dilanjutkan selama 45 menit. Bahan dicuci, disabun dan dibilas.
8. Zat
warna pigmen
Zat warna
pigmen mula-mula digunakan dalam pencapan. Dengan
ditemukannya zat pengikat yang sangat plastis, zat warna ini mulai digunakan
dalam pencelupan. Teknik resin bonding menghasilkan celupan yang memuaskan
terutama dalam hal ketahanan cucinya. Umumnya digunakan untuk mewarnai serat
selulosa atau campurannya dengan serat lain.
Zat warna pigmen merupakan zat
warna yang tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas terhadap bahan
tekstil. Resin pengikat akan membentuk lapisan film yang dapat melindungi zat
warna pigmen dan mampu berikatan dengan serat sehingga tahan cucinya baik.
Namun pembentukan lapisan film
menyebabkan pegangan kain menjadi kaku. Selain itu, apabila ukuran molekulnya
terlalu besar sangat sukar dilindungi lapisan film sehingga ketahanan gosoknya
kurang. Oleh karena itu zat warna pigmen hanya digunakan untuk menghasilkan
warna muda.
Pencelupan dengan zat warna pigmen
tidak dapat dilakukan secara konvensional karena zat warna pigmen tidak
mempunyai afinitas terhadap serat dan tidak dapat dilarutkan dalam pelarut
apapun. Umumnya zat warna pigmen hanya digunakan untuk mencelup serat selulosa
yang tidak bersifat termoplastis. Hal ini menyebabkan zat warna tidak dapat
masuk ke dalam serat sehingga tidak terikat secara sempurna. Ikatan antara zat
warna dan serat dapat diperbaiki dengan zat pengikat berupa resin, yaitu
senyawa berberat molekul rendah yang mampu berpolimerisasi membentuk jaringan
tiga dimensi yang berikatan dengan serat dan membentuk lapisan film yang sangat
tipis.
Pembentukan lapisan film memerlukan
bantuan panas dan suasana asam. Hal tersebut diperoleh dengan proses pemanas
awetan (curing) dan dengan bantuan katalisator yang mampu menghasilkan
asam pada waktu pemanas awetan. Resin yang umum digunakan yaitu resin alkid
dengan katalisator magnesium klorida, diamonium fosfat, dan sebagainya.
Pemakaian zat warna pigmen
dilakukan dengan merendam peras bahan yang telah dimasak dan dikeringkan di
dalam larutan celup yang mengandung zat warna pigmen, resin, dan katalisator,
diikuti dengan pengeringan dan pemanas awetan. Umumnya zat pengikat yang
digunakan sekitar 50 g/l dengan penambahan katalisator 10-15 g/l. Sebelum bahan
direndam peras, zat-zat tersebut harus dibuat emulsi dengan pengadukan yang
sempurna. Pengeringan
berlangsung pada suhu 800C, sedang pemanas awetan pada suhu 120-1500C
selama 3-5 menit.
9. Zat
warna naftol
Zat warna naftol atau zat warna
ingrain merupakan zat warna yang terbentuk di dalam serat dari senyawa penggandeng
(coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit, yaitu senyawa diazonium
yang terdiri dari senyawa amina aromatik. Penggunaannya terutama untuk mewarnai
serat selulosa. Dapat juga untuk mewarnai serat protein dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan
zat warna azo yang tidak larut dalam air. Daya serapnya terhadap selulosa
kurang baik dan bervariasi. Dapat digolongkan menjadi 3, yaitu yang mempunyai
subtantivitas rendah (Naftol
AS), subtantivitas sedang (Naftol
AS-G), dan subtantivitas tinggi (Naftol AS-BO).
Ketahanan gosoknya kurang, terutama
dalam keadaan basah. Sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat
warna naftol akan mempunyai afinitas terhadap selulosa setelah diubah menjadi
naftolat, yaitu dengan melarutkannya dalam larutan alkali.
Garam diazonium yang digunakan
sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga
pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan dalam
larutan naftolat, baru dibangkitkan dengan garam diazonium. Zat warna naftol
dapat bersifat poligenik, artinya menghasilkan bermacam-macam warna tergantung
garam diazonium yang digunakan. Dapat juga bersifat monogenik, yaitu mengarah
pada satu warna, tidak tergantung garam diazonium yang digunakan.
Mekanisme pencelupan dengan zat
warna naftol meliputi empat hal, yaitu :
a. Pembuatan
naftolat
|
+ NaOH à + H2O
Zat Warna Naftol Naftolat
b. Pencelupan
Zat warna naftol tidak larut dalam
air dan tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa. Namun setelah dilarutkan
menjadi larutan naftolat timbul afinitasnya sehingga dapat mewarnai serat.
Bahan yang telah dicelup perlu diperas sebelum dibangkitkan warnanya dengan
garam diazonium untuk mengurangi terjadinya pembangkitan warna pada permukaan
serat yang dapat menyebabkan ketahanan gosoknya berkurang.
c. Diazotasi
Garam diazonium yang digunakan
sebagai pembangkit dapat berupa basa naftol, yaitu senyawa amina aromatik
maupun garam diazonium, yaitu basa naftol yang telah diazotasi. Apabila berupa
garam diazonium, maka dapat langsung dilarutkan dalam air. Namun apabila masih
dalam bentuk basa naftol perlu diazotasi dengan asam klorida berlebih dan
natrium nitrit pada suhu yang sangat rendah.
d. Pembangkitan
Naftolat yang telah berada di dalam
serat perlu dibangkitkan dengan larutan garam diazonium agar terjadi pigmen
naftol yang berwarna dan terbentuk di dalam serat.
naftolat garam
diazonium
Pencelupan dengan menggunakan zat warna naftol dilakukan
sebagai berikut :
a. Serat
selulosa
Mula-mula zat warna naftol
dilarutkan dengan cara membuat pasta dengan penambahan TRO, kemudian ditambah
natrium hidroksida dan air panas sampai terbentuk larutan jernih. Dapat juga
dibuat pasta dingin dengan melarutkan naftol dalam spirtus, ditambah natrium
hidroksida dan diencerkan dengan air dingin hingga terbentuk larutan jernih.
Bahan
selulosa yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol dengan
penambahan 10-15 ml/l natrium hidroksida dan 30 g/l natrium klorida.
Selanjutnya bahan diperas dan dibangkitkan di dalam larutan garam diazonium. pH
larutan pembangkit dipertahankan pada 4.5-5 dengan larutan penyangga, yaitu
natrium asetat dan asam asetat. Kadang-kadang sebagai pembangkit digunakan basa
naftol yang telah diazotasi menjadi garam diazonium.
b. Serat
protein
Mula-mula zat warna naftol
dilarutkan dengan cara mencampur 3 g sabun dan 12 g natrium karbonat dilarutkan
dalam 30 ml air dan dididihkan sampai jernih. 1.25 g naftol dibuat pasta dalam
sebagian larutan tersebut, kemudian ditambahkan sisanya dan dipanaskan hingga
mendidih selama 5 menit.
Bahan wol
yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol pada suhu 500C
selama 30 menit. Selanjutnya
bahan diperas dan dibangkitkan di dalam larutan garam diazonium selama 30 menit.
Bahan diperas, dicuci air dingin, disabun pada 500C
selama 10 menit dan dibilas.
c. Serat
poliester
Mula-mula basa naftol dibuat pasta dengan bantuan zat pendispersi, lalu
dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung 2 g/l zat pendispersi pada
suhu 700C. Bahan poliester yang telah dimasak dicelup dalam larutan
zat warna naftol pada suhu mendidih selama 20-30 menit. Asam beta hidroksi
naftolat yang telah dilarutkan dalam zat pendispersi ditambahkan ke dalam
larutan celup dan pencelupan diteruskan selama 1 jam.
Artikel yang baik, dan sangat membantu saya dalam mencelup benang untuk tenun ATBM
BalasHapusTerimaksih nyoman semoga bermanfaat
Hapusterimakasih artikelnya,, sangat membantu.
BalasHapussaya mau tanya nih,, apa penyebab dari redyeing( pencelupan ulang) dan bagaimana solusinya ?
mohon dibalas ya mimin
Fita Hutami : Terimakasih kembali, maaf udah lama vakum di blog jadi baru sempat membalas komentar.
Hapusjawaban : Redyeing itu solusinya jika terjadi kegagalan dalam pencelupan, penyebab redyeing :
1. warna tidak rata (blenteng)
2. hasil pencelupan tidak sesui dengan warna yang di inginkan konsumen
redyeing (celup ulang) bisa dilakukan jika 1.warna pertama lebih muda dibanding warna yg akan dicelup ulang 2.warna pertama searah dengan warna kedua (misal warna pertama hijau muda dan warna yang akan di redyeing hijau tua) untuk redyeing warna hitam bisa dilakukan di semua warna.
tidak ada proses penculupAN
BalasHapusmohon maaf ini teori dasarnya.
Hapuskalo yang ada proses dan langkah-langkahnya silahkan baca artikel saya yang lainya
Terima kasih artikelnya bagus sekali, maaf saya mau tanya apakah Na2Co3 atau Sodium Carbonate bisa diganti dengan Sodium Bicarbonate atau NaHCo3 atau tidak ya? Terima kasih sebelumnya atas jawabannya, semoga sukses selalu.
BalasHapusdalam proses pencelupan zw reaktif bisa gantikan / dikomposisikan (dioplos)
HapusNa2CO3 memberi efek warna agak busam
NaHCO3 memberi efek warna agak cerah.
Terima kasih atas ilmu nya,tp yg sy hadapi sekarang proses print nya suka terjadi ngegaris memanjang udah sy lakukan dgn cara mengencer kan dan mengental kan pengental nya masih tetap ngegaris,jln nya di mesin rotary, apa ya penyebab nya tolong di beritahukan,hrs bagai mana ,trima kasih
BalasHapusada banyak kemungkinan tp dilihat dari cerita/kejadian bisa berasal dari
Hapus1. screenya
2. rakelnya
3. blangketnya
silahkan dipriksa kembali, ditunggu hasil penyelesainya agar dapat bisa dibagi keteman-teman.
Ilmunya bermanfaat sekali. Ada yang mau ditanyakan yaitu urutan proses pencelupan TC warna HITAM berikut standar suhu dan waktunya. Terima kasih banyak sebelumnya
BalasHapussilahkan baca artikel saya yang berjudul "pencelupan zat warna dispers" dan "pencelupan bahan campuran"
Hapusdidalamnya sudah komplit
Saya menjual Chemical untuk waste water treatment, Boiler, cooling tower, chiller ,dan oli industri untuk mesin hidrolik Cnc moulding dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusWA:081310849918
Terima kasih
Ok
HapusPak bagaimana menghindari warna yang mudah luntur pada hasil pencelupan hal yang harus dilakukan sebelum&sesudah pencelupan AP?
BalasHapusApabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium
Kalau yang di maksud turun celup itu seperti apa
BalasHapus